kwmedley.com
Berita

Krisis Militer Myanmar: Momentum Pemberontak dan Strategi Junta

kwmedley.com – Para analis internasional telah menyampaikan kepada DW bahwa militer Myanmar mengalami kelelahan signifikan dan menghadapi deretan kekalahan strategis di berbagai front. Hal ini terkonfirmasi dengan direbutnya kota Myawaddy yang strategis oleh Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA), bagian dari Persatuan Nasional Karen (KNU), yang merupakan salah satu elemen utama dalam koalisi antijunta militer Myanmar.

Pentingnya Myawaddy dalam Pertarungan Strategis

Penaklukan Myawaddy oleh pasukan prodemokrasi tidak hanya melambangkan kegagalan junta militer tetapi juga memberi dampak pada runtuhnya ekonomi yang dipengaruhi oleh perdagangan lintas batas dengan Thailand. Kegiatan ekonomi yang menghasilkan transaksi bernilai milyaran dolar AS tersebut terancam akibat pergolakan ini.

Eskalasi Konflik di Berbagai Wilayah Myanmar

Selain Myawaddy, pemberontak juga meningkatkan tekanan terhadap pasukan SAC di wilayah lain, termasuk Kachin, Arakan, Karenni, dan Shan. Menurut David Scott Mathieson, seorang analis independen Myanmar yang berbicara dengan DW, SAC menghadapi kemunduran di beberapa lokasi strategis.

Revolusi ‘Operasi 1027’

Protes yang berawal dari kudeta militer pada Februari 2021 telah bertransformasi menjadi pemberontakan bersenjata dan kemudian berkembang menjadi perang saudara. Pada Oktober 2023, koalisi kekuatan oposisi melancarkan serangan besar-besaran di Negara Bagian Shan, yang dikenal sebagai “Operasi 1027”. Serangan ini berhasil mengambil alih puluhan kota dan ratusan pos militer, memberikan momentum signifikan bagi gerakan oposisi.

Analisis Tantangan Junta: Pendapat Profesor Abuza

Zachary Abuza, seorang profesor dari National War College yang fokus pada politik dan keamanan Asia Tenggara, menggambarkan bahwa pertempuran yang terjadi di delapan zona berbeda menunjukkan bahwa kekuatan militer junta terbagi dan tidak lagi efektif. Kelemahan logistik dan kekurangan tenaga telah menghambat upaya junta untuk memulihkan kontrol atas wilayah-wilayah yang hilang sejak “Operasi 1027” dimulai.

Situasi di Rakhine dan Serangan ke Naypyidaw

Di Rakhine, Tentara Arakan (AA) telah memanfaatkan berakhirnya gencatan senjata untuk merebut wilayah dan memperluas kontrol. Serangan roket dan drone yang dilancarkan ke ibu kota Myanmar, Naypyidaw, menandakan bahwa tidak ada tempat yang aman bagi junta, bahkan di wilayah yang paling dijaga ketat sekalipun.

Ketegangan Meningkat: Respons Junta Militer

Dalam upaya memperkuat barisan, junta telah mengimplementasikan wajib militer dan menargetkan perekrutan anggota baru. Meskipun mengalami tekanan, junta memiliki sumber daya dan infrastruktur militer yang memungkinkan mereka untuk bergerak mundur dan mempertahankan posisi.

Kekhawatiran Pemberontak atas Tindakan Pembalasan

KNU, melalui juru bicara mereka Padoh Saw Taw Nee, mengekspresikan kecemasan terhadap kemungkinan pembalasan dari junta. Pengalaman historis menunjukkan bahwa kekalahan militer sering diikuti dengan serangan balik yang agresif, yang potensial termasuk serangan udara sebagai bentuk pembalasan.

Perkembangan terkini dalam konflik Myanmar menunjukkan bahwa dinamika kekuatan antara junta militer dan pasukan pemberontak terus berubah. Pemberontak memperoleh keuntungan strategis dan teritorial, sementara junta militer berupaya mempertahankan kontrol melalui peningkatan perekrutan dan kemungkinan aksi pembalasan. Situasi ini mencerminkan periode kritis yang mungkin akan menentukan masa depan Myanmar dalam waktu dekat.

Anda mungkin juga suka...